ORANG-ORANG CACAT
Si Bisu:
Sepuluh jemari tangan kujadikan lidah
untuk meluncurkan setiap kata pada dunia
kerdipan mata kujadikan bahasa
agar kau yang menatapku memahami hidupku.
Jika jemari tanganku patah
jemari kakiku akan mengganti perannya:
tanpa masalah kutaruh kata-kata di kakiku
ia sudah biasa bercakap-cakap dengan mataku
setiap kali mecari jalan yang mungkin dilalui.
Jika rasa lapar mengembara—
karena mulutku bisu,
perutku bergemuruh memanggil makanan:
datanglah nasi diantar tanganku
menyertainya lauk dan sayuran,
sendok mengangkat mereka ke mulut
sedang perutku menyediakan kantongnya
lengkap dengan usus dan empedu
gejolak paru-paru dan lambung berdenyut.
Semua berjalan dengan baik dan lancar:
aku tak perlu menuntut lebih pada mulutku
mulutku tak perlu meminta maaf pada kebisuanku.
Si Tuli:
Telingaku kelopak yang tak kenal rintih angin
menempel di kepalaku seperti bunga yang mekar,
membuat wujudku tampak pantas
walau dengan lubang suara yang buntu:
mungkin agar dunia tidak menggangguku
dengan kata-kata tanpa makna dan rencana.
Orang tuli, semua memanggilku!
Mereka pikir aku tak tahu suara mereka.
Mereka pikir aku sungguh tak bisa mendengar.
Mereka tak tahu aku mendengar lewat mata
tatapanku menangkap denyut tiap suara
yang mengancam ketenangan hidupku.
Si Buta:
Benarkah dunia ini punya siang punya malam
memancar dari matahari dan bulan?
Kebutaan menanamku dalam gelap
di dasar dunia sekelam akhirat.
Aku merasakan matahari lewat panasnya
yang membakar bagai daging di atas nasib,
sedang parasnya yang putih dan lembut
kudengar dari nyanyian burung di angkasa
sepulang mencari biji-bijian untuk anaknya.
Bila aku menjelma burung
akan kukelilingi dunia dengan mata-tertutup
dan kusingkap mata angin dengan sayapku.
Sepulang dari petualanganku
akan kuceritakan segala yang di bumi dan langit
agar tak seorang pun mempercayai kebutaanku.
Tapi bila aku mati dihantam badai di angkasa
dan bumi tak menerima mayatku
matahari akan menguburku dalam cahaya
dan angin menerbangkan jiwaku
kepada kalian yang bekerja siang dan malam.
Si Pincang:
Sungguh mati aku lelaki tanpa kaki
dengan lutut terpotong berjalan di muka bumi
merasa terhormat seperti mereka yang bercelana
merasa terhormat seperti celana di kaki mereka.
Bagaimana aku bisa meninggalkan kampungku
hingga terdampar di kota ini?
Terimakasih sepasang kakiku yang patah
yang menancap di tubuhku
hingga membuatku seperti bersayap!
Si Gila:
Betapa lezat nafas yang berlayar
ke dalam tubuh ini, betapa lezat makanan!
Maafkan aku tanganku, kasihan kau kakiku!
Sejenak kulupakan kalian semua:
baru saja aku makan langsung dengan mulut
tanpa memerintah tanganku bekerja
sedang belum lama ini aku berjalan seperti ular
melupakan kaki yang biasa membawaku pergi
Matahari bulat, ampuni kegilaan ini!
Demi sinarmu yang bersumber dari pantulan mataku
demi garismu yang tak terputus waktu
gantunglah mimpiku di angkasa!
Hari-hari mengunjungiku, aku tetap begini adanya
orang-orang meninggalkanku
di tempat yang bagus ini.
Bila mereka kembali, akan kukatakan
aku hanya menganggap mereka debu,
dan bila mereka berkenan hidup bersamaku
akan kusulut mimpiku di kepala mereka
agar otak mereka menyala menjadi matahari!
Koor:
Kami orang-orang cacat
selalu salah menggunakan tubuh kami:
Si Bisu menggunakan jemari untuk berkata
agar Si Tuli mendengar dengan mata
lengan tangan jadi petunjuk bagi Si Buta
agar si Pincang berjalan dengan jiwanya
bernyanyilah Si Gila di tengah liar dunia
Kami orang-orang cacat
pandangan kalian membuat kami istimewa:
memberi penjara dan rumah sakit jiwa.
Di dunia mana kami dapat hidup?
Di hati siapa jiwa kami dibangkitkan?
Kami ingin mengucapkan terimakasih pada dunia,
walau dengan tubuh tak sempurna
semoga dapat melengkapi milik kami yang hilang.
2005
1 komentar:
ini bijak sekali... aku suka puisi ini. sederhana...
aku ingat, rodrigo. seorang komposer buta sejak berusia 3 tahun. dia komposer terkenal dari spanyol. dan beruntunglah mereka yang berumur panjang, karena mungkin membutuhkan lebih dari 30 tahun untuk memahami musik klasik. tapi kalau sepanjang hayat tidak juga memahami, bisa jadi kita lebih cacat ketimbang rodrigo. terimakasih.
Posting Komentar