Jumat, 30 September 2011

Dua Puisi Indah Karya Rilke

PADAMKAN MATAKU

Meski kau padamkan bara di mataku: aku masih melihatmu,
Sumbatlah rapat telingaku: aku masih mendengarmu,
Tanpa kaki aku masih mampu mendatangimu
Mulut tiada aku masih sanggup memanggilmu.
Potonglah lenganku, aku masih sanggup memegangmu
Dengan jantungku yang tangan,
Hentikan jantungku, maka otakku akan berdetak,
Dan jika kau sulut otak itu
Kau bakal kupanggul dalam darahku.




Rainer Maria Rilke;
Musim panas/musim gugur 1899


KESEPIAN

Kesepian laksana hujan.
Bangkit dari laut menyongsong malam;
dari dataran-dataran yang jauh dan terpencil,
menuju langit yang selalu memilikinya.
Dan dari langitlah ia lalu berguguran di atas kota.

Turun seperti hujan di saat-saat dini,
bila semuaa lorong menatap datangnya pagi
dan bila tubuh-tubuh yang tak menemukan apapun
kecewa dan sedih, saling menjauhi;
dan bila orang-orang yang saling membenci,
mesti bersama

maka sirnalah kesepian itu
seiring dengan sungai-sungai…

Rainer Maria Rilke;
 21.9.1902, Paris

 
Rainer Maria Rilke (lahir 4 Desember 1875 – meninggal 29 Desember 1926 pada umur 51 tahun) dianggap penyair bahasa Jerman terbesar dari abad 20. Karyanya yang terkenal antara lain Sonnets to Orpheus, Duino Elegies, Letters to a Young Poet, dan The Notebooks of Malte Laurids Brigge. Ia juga menulis lebih dari 400 puisi dalam bahasa Perancis, didedikasikan untuk tempat tinggal pilihannya, kanton Valais di Swiss.



Tidak ada komentar:

Setetes Makna

Tanpa keberanian, engkau hanyalah ternak...

-- Pramoedya Ananta Toer