Sabtu, 15 Oktober 2011

Puisi Santri: Ita Nuraeni


Ita Nuraeni
Siswa Kelas X MA PP Cigaru


SEPI

Langkah kaki untuk mendaki
Goyangan tangan untuk mencari
Hati ini merasa redup dan sepi
Tak setitik pun saut kian menghampiri.

Ketika sinar mentari mulai menyinari
Hidup terasa sepi
Tapi saat tenang menjadi petang
Kepala merunduk terasa sepi.


Bulan sabit member lekuk hidupku
Bulan purnama menambah rinduku
Kan tetapi di mana tah di mana dia berada
Saat kucari nan kuhampiri.

Tak satu pun yang kudapati
Tuk mengobati rasa rindu
Yang kini
Seakan membara dalam hati nan khayalku.

(1)

Kulihat awan yang berjalan
Hitam nan putih seakan tak bersautan
Ketika awan hitam mulai memberontak
Tanda langit mulai kusam.

Langit menetes tuk menjelma
Kemurkaan menjadi bahagia.

Saat mentarim mulai singgah
Awan hitam mulai bersemi
Keindahan alam kian terurai
Disertai indahnya warna-warni
Sinar pelangi
Di pagi hari.

(2)

Dalam hidupku
Tak ada makna
Apa itu valentine

Karena semua hari-hariku
Adalah hari penuh bertabur
Cinta nan kasih sayang
Untuk semua hamba sahaya.

(3)

Dengarlah suara peluit
Yang ter
Tiup oleh hempasan dada
Prit.. prit.. prit.. bunyi suaranya
Carilah makna yang terlepas darinya.

Peluit tertiup kian bersuara
Banyak makna diantara suaranya
Tangan melambai memberi tanda
Peluit sembunyi tuk menarik pandangannya.

(3)

Gerimis tidak menidurkan danau
Hanya membuat cemara termangu
Tidak bergoyang, tidak menangis,
Hanya sepi yang membasahi baju.

Aku kembali berjalan
Dari hujan ke hujan
Lintas kenangan manis itu bagai parfum
Menyesakkan nafasku.

Aku pun kan terus menari menghibur diri
Sampai mentari menyibak gelap yang tarasa lama sunyi
Janganlah kau takut tuk tersenyum
Beku di jiwa ini telah larut bagai es
Mampukah aku menepis kesedihan
Tlah tinggalkan purnama..

(4)

Rintik-rintik air bukanlah hujan
Tetesan air bukanlah gerimis
Seterang apapun lampu pijar
Tak mungkin dapat terangi gelap dunia.

Sehelai benang hanya mampu menutupi
Lubang kain yang tergores duri
Tapi jejeran benang diantara tenunya
Kan jadi seuntai harapan manusia.

Terbukalah mata ketika hari mulai senja
Terbiaslah harapan
Ketika hati di antara insannya
Terus berpadu dalam rajut kasih bahagia.

Bertiuplah angin di setiap penjuru arah
Air teruslah bergelombang di antara samudra
Berikanlah jasa-jasamu yang murah
Kan terus membawa nahkoda menuju samudra bahagia.

Angin, titipkanlah salamku
Untuk bidadari malamku
Yang selalu menerangi jalanku
Ketika petang mulai berselendang
Namun jiwa ini kan selalu rindu dan menunggu
Kan datangnya bidadari yang selalu
Menerangi gelap malamku.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

satu lekuk..dr sekian banyak lakuk kehidupan... aku menikmati mu... lekuk kata yang tertuju...

Setetes Makna

Tanpa keberanian, engkau hanyalah ternak...

-- Pramoedya Ananta Toer