Jumat, 23 September 2011

Puisi-puisi Pablo Neruda

Soneta XVII

aku tak mencintaimu seolah-olah kau adalah serbuk mawar, atau lembayung,
atau panah anyelir yang meluncur dengan api yang padam.
aku mencintaimu seperti sesuatu yang harus kucintai,
secara rahasia, antara jiwa dan bayangannya.

aku mencintaimu seperti tumbuhan yang tak pernah mekar
tetapi penuh cahaya dari kuntum bunga-bunganya yang tetap remaja;
terimakasih atas cintamu yang harum,
yang menyembur dari perut bumi dan menyala di kegelapan tubuhku.

aku mencintaimu tanpa tahu mengapa, kapan, dan dari mana
aku mencintaimu begitu saja, tanpa pertimbangan dan keangkuhan;
demikianlah aku mencintaimu karena aku tak tahu cara lainnya

beginilah: di mana saja aku lenyap, juga kau;
begitu dekat sehingga ketika kau taruh lenganmu di dadaku jadilah itu lenganku,
begitu dekat sehingga ketika kau menutup mata aku pun ikut tertidur


Soneta LXVI

Aku tidak mencintaimu kecuali karena aku mencintaimu;
aku pergi dari mencintaimu menjadi tidak mencintaimu,
dari menunggu menjadi tidak menunggumu
hatiku berjalan dari dingin menjadi berapi.

Aku mencintaimu hanya karena kamulah yang aku cinta;
aku membencimu tanpa henti,
dan membencimu bertekuk lutut kepadamu
dan besarnya cintaku yang berubah untukmu adalah jika aku tidak mencintaimu tetapi mencintaimu dengan buta.

Mungkin cahaya bulan Januari akan memamah hatiku dengan sinar kejamnya,
mencuri kunciku pada ketenangan sejati.

Dalam bagian cerita ini hanya akulah yang mati, hanya satu-satunya,
dan aku akan mati karena cinta karena aku mencintaimu.
karena aku mencintaimu, cintaku, dalam api dan dalam darah.


Soneta XXV

Sebelum aku mencintaimu, cinta, tiada ada yang menjadi milikku:
Aku melambai melalui jalan-jalan, di antara benda-benda:
tiada ada yang berarti ataupun mempunyai sebuah nama:
dunia terbuat dari udara, yang menunggu.

Aku mengenal kamar-kamar yang penuh oleh debu,
terowongan di mana bulan hidup,
gudang-gudang kasar yang menggeram. Pergilah,
pertanyaan yang memaksa di dalam pasir.

Semua adalah kekosongan, mati, bisu,
jatuh, terlantar dan membusuk:
tidak diragukan terasa asing, semuanya.

milik orang lain --tidak pada siapa pun:
sampai kecantikanmu dan kemiskinanmu
dipenuhi oleh musim gugur yang penuh dengan hadiah.


Bersandar Pada Senja

Sewaktu bersandar pada senja, kutebarkan jala dukaku
ke lautan matamu.

Di sana, kesepianku membesar dan membakar dalam nyala api maha tinggi
tangannya menggapai bagai orang lemas.

Kukirim isyarat merah ke arah matamu yang hampa
yang menampar lembut seperti laut di pantai rumah yang terbakar.

Kau terjaga dalam kegelapan, perempuanku yang jauh
pantai ketakutan kadang-kadang muncul dari renunganmu.

Sewaktu bersandar pada senja, kucampakkan jala dukaku
ke laut yang mengocak lautan matamu.

Burung-burung malam mematuk pada bintang-bintang
yang mengerdip seperti kalbuku ketika menyintaimu.

Malam menunggang kuda bayangan
sambil menyelerakkan tangkai-tangkai gandum biru di padang-padang.




Pablo Neruda (lahir di Parral, sebuah kota sekitar 300 km di selatan Santiago, Chili, 12 Juli 1904 – meninggal 23 September 1973 pada umur 69 tahun) adalah nama samaran penulis Chili, Ricardo Eliecer NeftalĂ­ Reyes Basoalto. Neruda dianggap sebagai salah satu penyair berbahasa Spanyol terbesar pada abad ke-20. Tulisan-tulisannya merentang dari puisi-puisi cinta yang erotik, puisi-puisi yang surealis, epos sejarah, dan puisi-puisi politik, hingga puisi-puisi tentang hal-hal yang biasa, seperti alam dan laut. Pada 1971, Neruda dianugerahi Penghargaan Nobel dalam Sastra. Nama samaran Neruda diambil dari nama penulis dan penyair Ceko, Jan Neruda; belakangan nama ini menjadi nama resminya.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

penerjemahnya siapa ini? dan sumber terjemahannya dari buku apa?

Setetes Makna

Tanpa keberanian, engkau hanyalah ternak...

-- Pramoedya Ananta Toer